I wont go. I wont go quietly...
Can you save me one more time?
:v
1 potek terakhir cokelat ini mungkin bisa mewakili sepersekian emosi yang belum sempat tersampaikan. Aku merebah. Memberi kesempatan benang kusut untuk terurai dengan sendirinya di otak. Masih di zona nyaman, sekali lagi aku mulai memberi kesempatan benang itu untuk merangkai imajinasi dengan posisi saat itu yang sangat mendukung, memandang langit-langit kamar dan masih dengan playlist musik klasik menenangkan.
Musik ini seakan menuntunku untuk memaksa memutar memori yang sempat terekam.
Hari ini, tentang sebatang cokelat yang tidak lebih panjang dari mistarku tapi berhasil mengarahkanku untuk kembali ke kosa kata sederhana, 'cinta'. Siapapun yang pernah jatuh karena cinta tidak akan pernah bisa mendefinisikan apa dan mengapa cintanya bisa jatuh di sebuah objek. Karena cinta itu emosi bukan definisi, dan berdebat tentang cinta tidak akan berujung. Itu anugerah, katanya. Semua objek berhak merasakan dan menyampaikan rasa yang selama ini menjadi alasan untuk tersenyum. Menyampaikan dengan takaran yang pas.
Mengubah bahasa hati lewat frasa, kalimat, menjurus ke alinea penuh makna untuk dia yang tersayang. Bukan hal mudah menyampaikan apa yang sebenarnya hati rasakan. Butuh nyali yang benar-benar 'laki'. Butuh emosi yang bisa menyampaikan tepat mengena di relung hatinya. Bukan sekedar berani merealisasikan lewat tutur kata yang terurai. Bukan sekedar aku suka kamu. Apalagi tentang... ya, semua gombalan dari penjilat lihai.
Ketika hati mengeja, mataku membaca lalu membayangkan dan menafsirkan makna terdalam lewat matanya. Tentang sebuah rasa yang lama berkerak saat itu meletup meledak dan tersampaikan lewat mata yang bicara. Benar-benar emosi dari hati tercermin dari sepasang bola matanya. Aku yakin kali pertama. Benar-benar sebuah rasa yang sudah terlanjur terpalung dalam.
Diam memaksaku untuk mengabaikan kode hati, ketika penyesalan yang ada sempat melintas. Melewatkan apa yang seharusnya bisa benar-benar merasakan sebuah ketulusan.
Menyesal. Menyesal. Menyesal tidak bisa memberi timbal balik yang serupa untuk sebuah emosi. Menyesal membiarkan harus ada yang merasakan perih untuk kesekian kalinya. Menyesal.
Entah helaan nafas ke berapa yang mengiringi, entah harus berapa lama menghela sedangkan semakin lama semakin tidak bisa diungkapkan. Speechless. Untuk skenario hari ini setidaknya emosi yang terpalung itu sempat meledak walaupun objek benar-benar mengecewakan. Menghancurkan skenario yang seharusnya termanis.
Maaf untuk lukanya. Untuk siapapun objeknya lakukan yang terbaik untuk dia yang tersayang. Untuk apapun timbal balik yang kalian terima, kalian hebat setidaknya berani keluar dari zona pecundang. Untuk kesempatannya setidaknya terima kasih sempat merealisasikan. Untuk siapapun yang kalian harapkan, untuk siapapun yang kalian cinta. Lakukan sebelum penyesalan datang.
Tiap keturunan Adam punya cara tersendiri untuk menemukan tulang rusuknya. Percaya saja dari berbagai macam tulang rusuk hanya ada 1 yang senada, tak heran banyak keturunan Adam saling bertukar tambah demi menemukannya. Tak usah disesali untuk korban barter, bayangkan saja betapa sakitnya keturunan Adam yang akhirnya kehilangan tulang rusuknya sendiri~ Ah cukupkan.
Bagaimana dengan tulang iga?
Aku hanya kesal dengan senyum tipis penuh ... cukup! Ketika melihat sebuah outlet restoran memasang promo 'tulang iga bakar hanya Rp 336.000,00, GRAB it!' Entah ditaburi bubuk flo 'harry potter' yang memungkinkan migrasi tempat, atau mungkin membutuhkan wajan emas dalam perebusannya? Kurasa ... oke, cukup! Tidak bisa dibayangkan berapa banyak keping receh jika Rp 336.000,00 untuk secawan tulang iga bakar yang kenikmatannya tidak lebih lama dari pembuatannya, sesaat, 10 menit. Miris.
WPAP? Wedhas Pop Art Potrait. Wedha itu nama orang, dia ilustrator kawakan di sebuah majalah besar yang mmm? terkenal, Majalah 'Hai'. Wedha mulai mengaplikasikan aliran Pop Art pada ilustrasinya sejak tahun 1990-an, saat itu 40 tahun. Di usianya yang tidak masuk golongan 'ababil' Wedha mulai mengalami penurunan penglihatan yang mengakibatkan sulit baginya untuk melukis potret manusia secara realis. Dalam keadaan demikian, Wedha membuat alternative dengan cara melukis manusia dengan cara yang lebih mudah, yaitu dengan membayangkan wajah manusia sebagai kumpulan bidang-bidang datar yang debentuk oleh garis-garis imajiner.
Yap! Penjelasan yang rumit? Serumit mengikuti jejak Wedha. Alhasil karena faktor kurangnya pengalaman dan kelebihan faktor kesoktauan (?) Ini hasil WPAP semi hancur dan tidak layak edar buatan ane B-)
Sepele dan persamaannya seputar angkot. Semacam milih angkot (pasangan), kita nggak bakal tau sensasi angkot itu sebelum naik, dan benar-benar duduk manis di dalamnya. Dan jangan pernah sepelein angkot, karena kita nggak bakal tau kejutan apa aja yang mereka kasih secara cuma-cuma. Contoh: Knalpot yang ambrol tak terduga di tikungan mesra #jangansepeleinangkot.
Kenapa? Hal ini menimbulkan asumsi baru, jelas disitu tercetak 'kita harus seh(at), untuk bisa menikma(ti)', tapi faktanya, kata orang yang tidak kurus 'kita harus kurus, untuk bisa menikmati', dan kata orang yang kurus 'kita harus (sedikit) gemuk, untuk bisa menikmati'. Padahal menikmati hidup itu semacam menikmati badan, jadi takarannya tergantung sudut pandang masing-masing. Big is beautiful, bony isn't ugly. Ini badan kita yang nikmatin, kenapa perlu komentar orang lain?
Oke. Spesies ababil galau bisa jadi makin merajalela, termasuk rumor 'kerempeng mana keren' juga turut andil. Menurut kacamata gue, nggak sedikit dari mereka yang bermasalah dengan pelebaran pantat yang tak terduga, akibatnya tubuh tumbuh ke samping. Hal ini menjadi faktor utama para pedagang awet muda, meledaknya omset penjualan produk penurun berat badan juga korset mengucurkan rupiah bagi mereka. Sebagai ababil yang (mencoba) uptodate, gue turut partisipasi dalam masalah ini. Diet! Istilah keren ini kerap terdengar ketika seseorang menawarkan selembar mendoan dan kemudian, "sorry, gue diet!".
Yang pertama hindari lemak juga kurangi karbo, kata temen gue. Tawaran bakso cuma-cuma gue tolak mentah-mentah dengan alasan udah kenyang, padahal karena nggak ada uang juga takut nggak bisa bayar angkot dan diturunin di tengah jalan, hina sekali. Seenggaknya alasan 'udah kenyang' udah bikin gue tetep keren di depan temen-temen.
Kedua, kurangi gula dalam minuman. Cerdasnya harus sering minum air mineral bukan air putih (susu). Ini alasan kenapa gue nggak pernah beli es-es'an waktu ngantin dan sering minta air mineral gratis, penghematan devisa.
3. Makan 3x sehari, jangan kurangi frekuensi! 4. Makan terakhir 3jam sebelum tidur. 5. Olahraga (lari, senam, sit up, push up) 6. Kurangi gorengan, ganti dengan rebus. 7. Latihan pagi. 8. Jalan kaki! 9. Jangan stres, nikmati hidup! 10. Istirahat cukup.
Dari 10 itu, 9 : 1 yang sering gue langgar. Mendoan masih di list teratas di menu ngantin kloter 1 (pukul 10.00). Kemana-mana masih nggandeng viar (baca; motor). Latihan pagi? Ternyata gue masih kalah saing sama ayam kate tetangga waktu bangun. Kalo masalah 'jangan stres, nikmati hidup!', gara-gara ini otak gue overheat dan bau karbit mau meledak akibatnya terjadi stres yang mengakar berhari-hari. Obat stres turun-temurun yang mujarab yaitu makan, karena stres yang mengakar berhari-hari, proses pengobatan dengan cara makan ngemil otomatis berhari-hari juga. Dan dengan begitu program diet dinyatakan, mu-ba-dzir.
Sebenernya inti dari posting anti klimaks ini seenggaknya, gue pernah kurus (baca; kurang gizi). Itu dulu, beberapa tahun yang lalu tanpa bukti otentik. Believe it or not?! Kalian cukup pilih 'or'. Dan yang perlu dicatet format font italic + bold, orang disebut kurus (baca; hemat lemak) juga karena ada orang yang disebut tidak kurus. Jadi, ketiup angin dan makan tempat kenapa jadi masalah juga? Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah :)